Laman

Kamis, 05 Mei 2011

Kaset Antik, Si mesin Waktu Tak Terusik...


Saat melewati jalur cepat di jalan Cihampelas Bandung, jangan terburu-buru buat memacu kendaraan yah. Beberapa meter setelah melewati kolong jembatan Pasupati, kita bakalan lihat sebuah toko kaset di sebelah kiri. Tapi…ini bukan sembarang toko kaset.
Namanya Kaset Antik. Disini kita akan bisa nemuin banyak banget kaset dari berbagai genre di setiap generasi. Dan sesuai namanya, keantikannya pun turut didukung dengan display radio-radio jadul yang emang antik, tapi masih keren!
Saat berada di dalam toko ini, rasanya seperti diajak jalan-jalan pakai mesin waktu. Dari piringan hitam sampai CD juga ada disini. Lengkap! Perjalanan dari sudut dinding ke dinding lainnya pun ga terasa membosankan. Desain tempatnya apik. Perpaduan warna kuning ungu bikin mata betah nelusurin tiap jejeran rak yang bersandar di dinding.
Jika beberapa bulan lalu kita pernah lihat toko ini di Jalan Cipaganti, itu memang masih toko yang sama. Kaset Antik sekarang sudah pindah tempat. Meskipun begitu, toko yang berdiri sejak sekitar tahun 2005 ini tetap tidak ditinggal penggemarnya. Beberapa kolektor, wisatawan, atau orang yang memang punya hobi musik, selalu datang ke tempat ini.
Tidak sulit menemukan Kaset Antik. Jimi Hendrix yang sedang berkutat dengan gitarnya siap menyambut mata Anda saat melihat toko ini. Saat kaki semakin dalam melangkah, tak perlu bingung. Jejeran kaset sudah ditandai berdasarkan genre dan masanya masing-masing.
Rock, pop, blues, klasik, reggae, etnik, hingga keroncong tersedia disini. Untuk yang hendak mencari piringan hitam, Kaset Antik telah menyiapkannya lengkap dengan sampul asli. Cakram CD dan beberapa buku biografi musisi juga ada.
Dengan mengangkat *tagline *Food For Your Soul, Kaset Antik mencoba menyediakan sebuah santapan bagi kesehatan jiwa. Selain perut, jiwa pun perlu diberi asupan bergizi agar selalu sehat dan dapat menikmati perjalanan hidup.
*****
Siapakah orang di balik Kaset Antik? Dia adalah Hendrix—sebuah alasan mengapa sosok Jimi Hendrix lah yang menjadi ikon Kaset Antik. Pria berumur 48 tahun ini menghabiskan waktunya untuk berkecimpung di dunia musik. “Sebelumnya sempat jualan dulu empat tahun di Cihapit. Udah gitu baru ngontrak ke Cipaganti,” tuturnya mengawali perbincangan.
Sebagai mahasiswa perantau jurusan hukum saat itu, Hendrix sudah mulai memiliki hobi musik. Ia mengakui bahwa majalah Aktuil yang ada di masa itu turut membuat minat musiknya meningkat. Sekitar 50% dari uang kiriman orang tua, ia gunakan untuk membeli kaset. Lama kelamaan, kasetnya semakin banyak,sehingga terpikirlah untuk membuka toko.
“Ingin punya Aquarius sendiri,” tambahnya sambil tersenyum. Membuka toko Kaset Antik juga merupakan salah satu caranya agar mudah mendapatkan koleksi dan memiliki tabungan.
Hendrix pun merasa ‘terporosok’ ke jalan yang tidak semestinya. Di saat teman-teman seangkatannya sudah menempati posisi di bidang hukum, ia malah masuk ke dunia musik. Ia pernah enam tahun wara-wiri di dunia radio setelah sebelumnya sempat membuka lapak kaset di Cihapit hingga akhirnya membuka toko Kaset Antik.
“Dunia hukum nggak narik minat. Dunia musik lebih menarik. Sebenarnya sih sambil belajar jadi lelaki mandiri yang nolong diri sendiri, biar bisa berdiri dengan baik, melompat, dan berlari. Toko musik ini jadinya sebagai sesuatu yang layak sebagai bisnis. Jadi ada dorongan bisnis dan kolektor juga,” papar alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran angkatan 1981 ini.
Dari awalnya yang hanya untuk menjual koleksi kaset, Hendrix mulai memburu kaset-kaset ke daerah lain. Proses pencarian inilah yang sebenarnya merupakan pekerjaan yang sangat menyenangkan. Dia bisa berperan sekaligus sebagai pedagang, kolektor, dan penyuka musik yang memuaskan hobinya. Meskipun karena kesibukannya kini, ia jadi jarang memiliki waktu untuk
menjalani proses situ. “Sangat disayangkan. Padahal selain dapat duit, proses mencari ini yang paling nikmat,” ujarnya.
Selain disibukkan dengan mengurus Kaset Antik, ia juga berperan sebagai orang di balik perawatan kaset, piringan hitam, dan barang-barang yang ada di tokonya. Sebagai seseorang yang memiliki jiwa kolektor, ia telaten membersihkan kaset-kaset agar tidak berjamur.
Dalam proses perawatan, biasanya ia membongkar kaset dan memeriksa kertas lilin di ujung gulungan pita kaset. Apabila memiliki kelembaban ekstrim, kertas itu akan bergelombang, sehingga kaset akan berat untuk memutarkan pitanya.
“Musuh utamanya ya jamur. Tapi kalau sudah terlanjur ada, dibersihkan saja. Semakin banyak jamur, semakin susah dibersihkan,” ungkap pria berkacamata ini. Hendrix juga menerangkan bahwa kolektor sejati justru akan senang apabila mendapat barang yang tidak sempurna, sehingga ia akan membersihkannya sendiri. Proses membersihkan inilah sebenarnya yang merupakan hal tak tergantikan.
Selain kaset, Kaset Antik juga menyimpan radio-radio zaman dahulu yang memiliki tinggi sekitar satu meter. Semuanya masih berfungsi dan dapat dipakai para pengunjung untuk mencoba memutar kaset pilihannya. Hendrix sengaja memamerkan radio-radio itu untuk menambah keindahan ruangan. “Lebih enak dilihat daripada pasang keramik,” tuturnya tertawa.
*****
Bicara soal musik, Hendrix sangat setuju apabila musik itu sendiri disebut sebagai penanda zaman. Setiap zaman, musik yang populer adalah musik yang sederhana, gampang disenandungkan, dan melodius. Tapi selain yang popular, masih banyak hal lain yang ada. Setiap zaman punya figur lain, misalnya ditahun 70an ada Harry Roesli dan Leo Kristi.
“Berkawanlah dengan musik, tapi jangan terlalu intim. Ada banyak hal di dunia ini selain dininabobokan musik itu sendiri,” tutur Hendrix.
Menurutnya, musik juga punya fungsi lain seperti motivasi, relaksasi,apresasi, dan pergaulan. What? Pergaulan?
“Iya pergaulan. Tinggal cari sasarannya siapa. Biasanya masa orang mendengarkan musik yang bkin berkesan tuh umur 15-25 tahun. Nah, coba cari kira-kira orang itu saat seumuran segitu berada di masa mana dan musik apa yang didengarkan saat itu. Itulah cara cari perhatian orang,” kata Hendrix memberikan tips.
Menurut Hendrix, orang yang memiliki kematangan musikalitas sebenarnya tidak pernah mengotak-ngotakan jenis musik. Hal itu hanya diperlukan saat akan mengapresiasi. Musik itu universal. Apakah itu kulit hitam atau putih, semua pasti kagum dengan Jimi Hendrix dan Michael Jackson. Itulah hebatnya musik.
Apabila ada orang yang sok fanatik dengan genre tertentu, orang tersebut tidak akan memiliki banyak dinamika. Kekayaan sebuah karya akan ditentukan dengan eksplorasi dan komposisi yang kreatif. Misalnya genre blues yang berkembang dengan Mississipi blues yang kaya akan warna pop.
*****
Jika kita melihat fenomena masa kini kebanyakan orang lebih memilih jalan langsung untuk mendapatkan karya musik, yaitu mengunduh dari internet dan membeli bajakan. Keberadaan toko musik seperti kaset yang sempat menjamur beberapa tahun lalu, kini semakin sedikit jumlahnya. Kaset Antik sebagai salah satunya pun menghadapi situasi seperti ini.
“Kalau bicara Kaset Antik sebagai industri dan badan usaha, memang sudah kehilangan masa emasnya. Hidup itu makin sulit. Anggaran hiburan makin berkurang, sementara jawaban untuk kebutuhan hiburan makin banyak dan murah. Seperti download atau beli bajakan,” curhat Hendrix.
Walaupun jumlahnya masih tetap ada, sebenarnya pelanggan setia itu sulit dipertahankan. Pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan seperti primer, sekunder, dan tersier. Masing-masing orang menempatkan hiburan dalam tingkat kebutuhan yang berbeda. Jika bentrok dengan kebutuhan utama, biasanya anggaran hiburanlah yang disunat.
Meskipun begitu, ia melihat bahwa seperti uang, kesulitan itu selalu ada sisi lainnya. Hendrix melihatnya sebagai jalan untuk tidak menjadi pesimis. Ia mempertahankan Kaset Antik karena merasa memiliki banyak cerita di baliknya. Berjibaku dengan susah payah dan ada unsur latar belakang yang tidak bisa ditinggalkan. Apalagi sebenarnya dengan zaman digital seperti sekarang, justru banyak dimensi yang hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar